‎Bangunan Liar Merajalela, Tidak Berguna, Kinerja Nol: KWP Desak UPT DPKPP Ciawi Dihapus dari Sistem, BUBARKAN Saja!!!



‎CISARUA – Karukunan Wargi Puncak (KWP) melayangkan kritik keras terhadap Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penataan Bangunan II Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor yang berkantor di Kecamatan Ciawi. Kritik ini disampaikan setelah KWP melakukan verifikasi lapangan, kajian internal, serta menghimpun aspirasi masyarakat di wilayah Bogor Selatan.

‎Menurut KWP, UPT yang membawahi 13 kecamatan strategis meliputi Ciawi, Megamendung, Cisarua, Caringin, Ciomas, Dramaga, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Parung, Kemang, Rancabungur, dan Ciseeng, tidak menunjukkan performa yang layak sebagai lembaga teknis dan pengawasan pembangunan.

‎“Kalau tidak mampu menjalankan fungsi teknis dan pengawasan, lebih baik dibubarkan. Jangan hanya menyerap anggaran tanpa memberikan dampak nyata,” tegas Dede Rahmat, Sekretaris sekaligus Juru Bicara KWP, Jumat (28/6).



‎KWP menerima berbagai laporan masyarakat terkait lambannya penanganan rumah tidak layak huni (RTLH), minimnya pengawasan terhadap kawasan kumuh, hingga menjamurnya bangunan ilegal di zona rawan tanpa kontrol berarti. Di lapangan, UPT dinilai absen dan tidak merespons dinamika di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya.

‎“Banyak bangunan liar berdiri di kawasan hijau, namun tak ada pengawasan. Fungsi UPT nyaris tak terasa,” tambah Dede.

‎Maraknya jual beli lahan kavling di kawasan Puncak memperparah persoalan tata ruang. Hal ini turut disoroti oleh Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Heri Aristandi, yang menyebut bahwa aktivitas tersebut jelas melanggar Peraturan Presiden tentang penataan kawasan strategis nasional.

‎“Kawasan Puncak ini diatur sangat spesial, aturannya Perpres. Di dalam Perpres itu tidak boleh ada perumahan, apalagi kavling yang saya anggap bisa merusak lingkungan,” kata Heri Aristandi, Minggu (14/4).

‎Ia menambahkan, pembangunan di atas lahan kavling menyebabkan kerusakan lingkungan dan berdampak langsung terhadap sistem drainase, pencemaran limbah rumah tangga, serta ketidakteraturan tata ruang dan estetika kawasan.

‎“Sudah jelas tidak ada aturannya, tapi anehnya banyak bangunan berdiri di tanah kavling, khususnya di Megamendung dan Cisarua. Ini nyata terjadi di depan mata,” tegas Heri.



‎Lebih lanjut, Komisi I DPRD berencana melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah perusahaan maupun oknum yang menjual tanah kavling secara ilegal di kawasan Puncak.

‎KWP menilai, kelemahan pengawasan ini mencerminkan kegagalan total UPT Penataan Bangunan II. Alih fungsi lahan dan pelanggaran tata ruang yang semakin masif di kawasan Puncak menjadi bukti lemahnya kendali pemerintah daerah melalui UPT tersebut.

‎Ironisnya, situasi ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 tentang KSPN Bopuncur (Bogor–Puncak–Cianjur–Cipanas–Cibodas), yang justru mengamanatkan ketatnya pengendalian pemanfaatan ruang, perlindungan lingkungan hidup, serta pengawasan pembangunan berkelanjutan di kawasan sensitif ekologis.

‎“Bagaimana bisa Perpres ingin jaga lingkungan, tapi UPT justru membiarkan kerusakan terus terjadi? Pemerintah harus segera bertindak tegas,” ungkap Dede.

‎Sebagai solusi, KWP mendorong agar kewenangan teknis dan pengawasan dipindahkan ke tingkat kecamatan agar lebih responsif, efisien, dan memahami kondisi lapangan secara langsung.

‎“Kecamatan lebih tahu situasi lokal. Jangan lagi memusatkan semua urusan teknis ke satu UPT yang mandek dan tidak berfungsi,” pungkas Dede.

‎KWP juga mendesak Bupati Bogor dan jajaran DPKPP untuk segera mengevaluasi, menertibkan, atau bahkan membubarkan UPT Ciawi, demi menghentikan kerusakan tata ruang yang makin tak terkendali.

‎“Bangunan liar merajalela, pengawasan kosong. Kinerja nol. Sudah saatnya UPT Ciawi dihapus dari sistem,” tutupnya.


‎Red: Joe Salim

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *