
BOGOR – 26 Juli 2025
Keberadaan Restoran Asep Stroberi di kawasan Puncak Bogor kembali menjadi sorotan tajam. Aktivis lingkungan, pegiat anti korupsi, serta tokoh budaya lokal angkat bicara terkait dugaan pelanggaran tata ruang karena bangunan restoran itu berdiri di zona hijau strategis, tepatnya di tengah kawasan hutan lindung dan zona penyangga konservasi.
Menurut Dadang, tokoh budaya masyarakat adat Puncak, pembangunan restoran di wilayah tersebut bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal dan merusak harmoni ekologis yang selama ini dijaga turun-temurun.
“Kami tidak pernah mengizinkan ada bangunan permanen di tengah hutan seperti itu. Itu tanah leluhur, tanah air, tempat resapan. Kami jaga dengan adat dan doa, bukan dengan beton dan parkiran luas,” tegas Dadang saat ditemui di lokasi pelataran situs adat, Jumat siang.
Sementara itu, perwakilan aktivis lingkungan menyebut bahwa keberadaan restoran tersebut melanggar Perda RTRW Kabupaten Bogor, karena dibangun di kawasan yang diperuntukkan sebagai zona lindung ekosistem DAS Ciliwung.
“Lokasi Asep Stroberi ini berada di jalur sempadan jurang dan hutan lindung. Kalau bangunan komersial seperti ini dibolehkan, apa bedanya dengan membuka pintu bagi longsor, banjir, dan kerusakan permanen?” ujar Zefferi aktivis dari LSM Matahari.
Diduga Ada Pembiaran oleh Pejabat Terkait
Aktivis anti korupsi dari Kumpulan Pemantau Korupsi Banten Bersatu(KPKB) juga turut menyoroti dugaan pembiaran oleh aparat pemerintah setempat.
“Kami duga kuat ada kongkalikong antara pemilik usaha dan oknum di Pemda. Tidak mungkin bangunan sebesar itu berdiri tanpa tahu-tahu. Kami minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut memantau,” kata Dede mulyana dari KPKB.
LSM ini juga menyebut bahwa pihaknya sedang menelusuri dokumen izin seperti KKPR, PBG, dan dokumen lingkungan (UKL-UPL/AMDAL) yang patut diduga bermasalah atau tidak ada sama sekali.
Tuntutan Penutupan dan Pemulihan Ekosistem
Gabungan tokoh adat, pemuda lokal, dan aktivis menyatakan akan mengirimkan surat terbuka kepada:
Kementerian ATR/BPN
KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Gubernur Jawa Barat
dan Presiden RI
Tujuannya agar restoran yang dianggap menabrak aturan tata ruang dan prinsip kelestarian itu segera ditutup dan lahan dikembalikan fungsinya sebagai kawasan konservasi.
“Kami bukan anti usaha. Tapi kalau usahanya menghancurkan hutan, merusak tanah warisan nenek moyang, dan mengganggu keseimbangan alam, ya kami lawan,” tegas Dadang, mengakhiri.( Tim/ Red )